Cedera kepala merupakan salah satu peristiwa yang seringkali terjadi pada anak-anak dari segala rentang usia. Adapun berbagai macam bentuk cedera yang dapat terjadi, mulai dari ruam bengkak di area kepala, luka robek pada kulit, patah tulang tengkorak, nyeri kepala, sampai dengan penurunan kesadaran.  Salah satu bentuk cedera yang paling ditakuti oleh para orang tua adalah patah pada tulang tengkorak. Patah pada tulang tengkorak, atau yang lebih kita kenal dengan istilah fraktur, merupakan kondisi yang dapat dialami secara sadar ataupun tidak sadar, terlebih apabila lokasi cedera tertutup oleh kulit kepala diatasnya. Selain itu, terdapat juga beberapa jenis patah tulang pada anak, dan salah satunya fraktur “Ping-pong Ball”.

Istilah Fraktur “Ping-pong Ball” merupakan terma yang masih asing di telinga masyarakat umum. Sesuai dengan namanya, jenis patah tulang ini menyerupai bentuk bola ping-pong yang memiliki area cekungan akibat tekanan ataupun benturan. Istilah tersebut digunakan karena bola ping-pong memiliki kesamaan bentuk dan konsistensi dengan kepala bayi yang baru lahir, begitu juga apabila terjadi cedera atau benturan signifikan pada tulang tengkorak yang masih sangat lembut dan elastis, cekungan dapat terbentuk. Cekungan tersebut dapat terbentuk tanpa menimbulkan retakan yang berarti pada dinding tulang tengkorak.

Jenis cedera “Ping-pong Ball” dapat dideteksi dengan mudah oleh orang tua anak. Umumnya, cekungan dangkal dapat terlihat pada area kepala bayi yang sebelumnya mengalami riwayat jatuh. Kebanyakan dari cekungan tersebut hanya terbatas pada area tulang dan tidak merusak selaput tulang serta selaput otak didalamnya. Fraktur tersebut dapat terjadi pada bayi selama masa persalinan maupun setelahnya akibat trauma tumpul. Pada masa persalinan, biasanya cedera tersebut terjadi akibat tulang pinggul ibu yang keras menghimpit atau menekan kepala bayi yang masih sangat lunak. Penggunaan alat bantu persalinan seperti forceps juga dapat menyebabkan cedera “Ping-pong Ball”. Gambaran radiologi yang ditemukan dapat berupa cekungan ke dalam rongga kepala, dimana tidak terlihat garis fraktur yang jelas.

Pada umumnya, tidak ada penanganan khusus terhadap pasien yang mengalami bentuk cedera ini, dikarenakan umumya bentuk kepala anak dapat terkoreksi seiring perkembangan serta pertumbuhan kepala secara normal. Cukup dengan pengawasan ketat dari orang tua mengenai kondisi fisik anak selama beraktifitas serta mengenal tanda-tanda bahaya cedera kepala seperti penurunan kesadaran, muntah, dan kejang. Namun, perlu diperhatikan bahwa ada kondisi tertentu yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Kondisi tersebut merupakan patahan tulang yang masuk ke dalam permukaan otak, adanya kelainan neurologis, tanda peningkatan tekanan di dalam rongga kepala, kebocoran cairan otak, dan situasi dimana pasien mengalami kesulitan untuk melakukan follow-up lanjutan. Penanganan lebih lanjut yang dilakukan adalah perawatan di rumah sakit hingga tindakan operasi.

Penulis

Prof. Dr. dr. Tjokorda Gde Bagus Mahadewa, M.Kes, Sp.BS(K)Spinal, FICS, FINSS

dr. Christopher Lauren, Sub Departemen/KSM/Prodi Spesialis Bedah Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah

Referensi

  1. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. Handbook of Neurosurgery. 2019.
  2. Zia Z, Morris AM, Paw R. Ping-pong fracture. Emerg Med J. 2007;24(10):731. doi:10.1136/emj.2006.043570
  3. Wheeler DS, Shope TR. Depressed skull fracture in a 7-month-old who fell from bed. Pediatrics. 1997;100(6):1033-1034. doi:10.1542/peds.100.6.1033

Similar Posts